Setiap Ibu pasti ingin melahirkan anak yang sehat, IMD, dan rooming in. Hal-hal itu sangat aku nantikan sewaktu menunggu kelahiran si Kecil. Tapi sayangnya, Allah punya rencana lain untukku. Meskipun anakku saat ini Alhamdulillah dalam keadaan sehat, membawanya pulang setelah dilahirkan ke dunia cukup menguras air mata.
Aku melahirkan secara pervaginam, setelah melalui proses yang cukup panjang yaitu 20 jam. Sesuai dengan instruksi dokter, aku diinduksi saat bukaan 7 karena selaput ketuban sudah pecah dari belasan jam yang lalu. Sejam setelah diinduksi, lahirlah anakku. Bayi perempuan yang cantik, dengan berat lahir yang Alhamdulillah sehat.
Mendengar tangisannya, campur aduk perasaanku. Senang, terharu sampai tidak percaya bahwa buah hatiku sudah lahir ke dunia. Namun sayangnya, saat proses IMD, bayiku tidak mencari putingku. Saat itu aku belum terlalu paham dan masih sangat terpana oleh kehadirannya. Setelah proses IMD selesai, suster membawa bayiku ke kamar bayi untuk dimandikan dan diobservasi.
Masih teringat jelas, suster berkata bahwa proses observasi adalah 6 jam. Jika sebelum 6 jam ada yang mengkhawatirkan, suster akan beri tahu kami. Masih sangat lelah, aku pun hanya berbaring sembari berbincang dengan suamiku di kamar bersalin.
Tiba-tiba, suster meminta suamiku ke ruang bayi. Di situlah perasaanku mulai tidak enak, seakan sudah tahu ada yang salah dengan bayiku. Kembalinya dari ruang bayi, suamiku berkata bahwa nafas anak kami sangat cepat saat tidak dipakaikan alat bantu oksigen dan harus dipindahkan ke ruang PERINA untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Hancur rasanya mendengar kabar itu, namun aku tetap optimis dan berdoa untuk kesembuhan anakku. Setelah dilakukan serangkaian tes ternyata anak kami mengalami Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), yaitu gangguan pernafasan yang cukup umum ditemui pada bayi baru lahir. Bayi yang mengalami TTN ini umumnya bernafas dengan sangat cepat.
Apakah penyebab TTN?
Menurut Stanford Children’s Health, TTN disebabkan oleh penyerapan cairan yang lambat di paru-paru bayi. Cairan ini menyebabkan pengambilan oksigen lebih sulit dan sebagai gantinya bayi harus bernapas lebih cepat.
Siapa saja yang berisiko mengalami TTN?
- Bayi yang lahir melalui operasi caesar
- Bayi yang memiliki riwayat asma dalam keluarganya (saya penderita asma)
- Bayi Makrosomia (lahir dengan berat badan di atas 4 kg)
- Bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes
Seperti apa gejala TTN?
- Bernafas dengan sangat cepat, lebih dari 60-80 tarikan per menit
- Retraksi atau tulang rusuk yang tertarik saat bayi menarik nafas
- Mengeluarkan bunyi seperti mendengus saat bernafas
- Lubang hidung bayi yang membesar
Meskipun tidak tergolong sangat berbahaya, namun TTN tetap harus ditangani sampai bayi dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu. Berikut penanganan yang diberikan kepada anakku:
- Alat bantu oksigen dan infus
- Tes darah untuk mengukur kadar oksigen dan adanya infeksi atau bakteri
- Rontgen untuk melihat apakah ada kelainan dengan paru-paru
- Penundaan pemberian ASI sampai 2 hari karena risiko aspirasi makanan
- Pengosongan cairan di lambung untuk memastikan tidak ada cairan ketuban yang terminum
Syukurlah, hasil cek darah tidak menunjukkan adanya infeksi atau bakteri serta hasil rontgen pun tidak menunjukkan adanya kelainan pada paru-paru anak kami. Dan di hari kelima (setelah drama billirubin yang cukup tinggi karena anakku tidak mendapat ASI selama 2 hari), aku bisa membawa pulang anakku.
Yuk download aplikasi Babyo di Android & iOS dan bergabung dengan ribuan Moms lainnya untuk saling berbagi cerita dan mendapatkan rewards! You really don't want to miss out!
Comments