"Anaknya main hp terus, nanti kecanduan gadget lho!"
"Gak boleh bilang "Jangan" ke anak bu, gak bagus buat perkembangannya!"
"Kenapa anaknya minum sufor bu? ASI kan nutrisi paling baik, males nyusuin ya?"
"MPASI itu harus homemade, masa bayi dikasih makanan kemasan sih!"
"Anak kamu pakai diaper? Berarti ikut andil memperbanyak jumlah sampah di dunia ya, gak banget sih!"
"Kenapa pilih lahir caesar bu? Takut gak tahan waktu mules pembukaan ya?"
Dan masih banyak lagi contoh statement "KEPEDULIAN" antar para ibu sejagat raya. Mungkin diantara kita pernah mengalami atau bahkan sering mendengar beberapa pernyataan di atas. Rasanya saya sampai hapal kata yang biasa digunakan dalam rangka gerakan peduli urusan ibu-ibu lain.
Alhamdulillah-nya saya belum pernah diberi statement seperti di atas, cuma tetap aja pasti ada celah dari diri kita yang bisa dikomentari. Mendengar berbagai tanggapan orang lain, sesungguhnya perlu kita sadari bahwa ada banyak sekali manusia khususnya kaum ibu yang punya pendapat yang berbeda dengan kita. Jadi sebelum kita baper atau tersinggung, kita bisa langsung sadar dan santai kalau ada orang-orang yang berseberangan dengan pendapat bahkan pilihan kita.
Keputusan kita, Jalan hidup kita, Pakai uang kita tapi kok orang lain yang repot. Nah, di sisi lain bagi (bibir) kita yang kadang usil komentar ini itu soal kehidupan orang, kita juga harus SADAR kalau tidak semua harus sesuai dengan apa yang kita yakini kebenarannya. Meski kadang baik, tapi tidak harus setiap orang punya pendapat dan pilihan yang sama. Kita pun tidak perlu banyak mendikte ini itu yang kadang tanpa diminta, karena yang terbaik untuk kita belum tentu sesuai dengan orang lain. Soal hakim-menghakimi para ibu, rasanya hal ini sudah merebak ke seluruh lini masyarakat ya, khususnya di dunia maya.
Kebebasan berpendapat di media sosial (yang kadang keluar batas), membuat sebagian orang khawatir dirinya tidak termasuk bagian dari "mode kekinian" yang sedang hyped. Gak jarang banyak orang yang akhirnya membuat pencitraan sana sini, tidak lain supaya dirinya terlihat "wow" di mata dunia.
Bicara soal hal tersebut, beberapa bulan lalu saya ketemuan dengan salah seorang teman di masa lalu. Info ter-update darinya adalah saat ini dia sudah menikah dan punya satu anak yang usianya tidak jauh dari Nabilla. Setelah beberapa kali mengatur waktu untuk ketemuan, akhirnya terwujudlah wacana-wacana yang sudah dibuat entah dari kapan. Selama ini saat chatting , kami asyik-asyik saja membahas banyak hal terutama soal keluarga dan anak-anak.
Tapi saat bertemu, saya merasa ada yang berbeda dengan dirinya. Entah kenapa tidak "seluwes" saat kita berbincang di media sosial. Selayaknya kaum ibu "beranak", ketika kita bertemu dan ngobrol dengan teman-teman, pastinya ada saja gangguan dari para bocah.
Masing-masing dari kita biasanya sudah tahu trick apa yang biasa kita gunakan untuk "sementara" waktu menenangkan mahluk cilik ini. Kalau saya, setiap mengajak Nabilla ikut menemani saya entah belanja atau bertemu dengan teman, saya selalu menyiasatinya dengan membawakan mainan. Dengan begitu, meski kadang dia bosan menunggu urusan saya selesai, pasti ada saat-saat dia tenang bermain dengan mainan kesayangannya.
Sedangkan teman saya terlihat sibuk menenangkan anaknya, yang saat itu mungkin sudah bosan mendengarkan obrolan ibu-ibu yang sudah lama tidak bertemu. Kemudian dia memberikan tontonan video dari hp lantas anak itu 360° berubah jadi kooperatif dan tiba-tiba tenang.
Tidak lama setelah itu, dia malah menceritakan kalau sehari-hari dia tidak pernah memberikan anaknya gadget. Selain tidak baik untuk perkembangannya, dia pun takut anaknya jadi ketagihan tidak mau berhenti. Cukup lama dia memberikan penjelasan soal gadget ini, yang menurut saya malah seakan sebagai bentuk pembelaan dan benteng pertahanan sebelum saya menghakimi dia sebagai ibu yang "tidak baik".
Padahal yaampun, seriously saya gak akan beranggapan apa-apa terhadap dirinya dan seluruh kaum ibu di alam semesta ini yang memberikan gadget pada anak. Pulangnya dari pertemuan itu saya berpikir kembali, kenapa teman saya bersikap seperti itu. Toh dulu kita bagai rambut dan jepitan yang hampir setiap waktu selalu bersamaan. Apa hanya karena hal itu, saya lantas bisa menilainya sebagai ibu yang buruk dalam mendidik anak? Mungkin dia beranggapan saya ibu yang "serba sempurna" dalam mengasuh dan akan cepat menghakimi ibu lain yang saya rasa tidak sepaham.
OH, TOTALLY NO! Jujur saya seperti ibu pada umumnya, kadang memberikan Nabilla gadget di saat-saat tertentu seperti meninggalkannya ke toilet, membujuknya untuk makan atau untuk membuat dia tenang sementara waktu. Dan buat saya, buat saya ya mom itu hal yang wajar, bukan Aib dan tidak serta merta menjadikan saya ibu yang buruk. Mohon maaf kalau sampai sini ada keyakinan yang berbeda ya.
Cerita ini secara tidak langsung membukakan mata dan hati saya. Juga pikiran sih. Betapa saat ini orang akan berlomba-lomba terlihat baik bukan lagi hanya berbuat baik. Kehidupan media sosial yang hampir mengisi detik-detik di hidup kita, seakan membuat orang lain harus selalu berwujud sempurna. Pilihannya adalah menjadi sempurna atau dihakimi massa dunia maya. Sungguh perih!
Tidak ada mahluk sempurna di dunia ini. Dan bagi kita, berhenti lah menjustifikasi orang lain atau orang tua lain yang tidak sesuai dengan kita. Karena yang terbaik untuk diri dan anaknya adalah mereka sendiri, bukan KITA.
Yuk download aplikasi Babyo di Android & iOS dan bergabung dengan ribuan Moms lainnya untuk saling berbagi cerita dan mendapatkan rewards! You really don't want to miss out!
Comments