Kehamilan kedua saya kali ini bukan menjadi rejeki kami sekeluarga Moms. Saya harus menjalani kuretase di usia kehamilan 11 minggu karena janinnya tidak berkembang. Sampai dengan minggu ke 9, belum ada tanda-tanda bahwa janin sudah terbentuk jadi saya sebenarnya sudah mempersiapkan mental bahwa kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Waktu kontrol ke SPOG, dokter menduga saya Blighted Ovum (BO), namun pada usia kehamilan menjelang 11 minggu, ternyata ada bakal janinnya dan luruh menyisakan plasentanya.
Karena sejak awal sudah bermasalah, saya pernah bleeding di usia kehamilan 6 minggu, saya tidak pernah berharap banyak. Dan 2 hari sebelum luruh, saya mengalami bleeding lagi tapi bukan darah segar melainkan darah seperti mens yang berwarna coklat dan berbau. Kemudian saya menghubungi dokter lewat aplikasi Whatsapp Akhirnya saya pergi ke dokter dan benar ternyata bakal janin saya sudah luruh. Saya diminta kuret saat itu juga.
Dan setelah mengurus berkas administrasi (saya direkomendasikan dokter memakai BPJS), saya dikuret. Prosesnya sebentar saja Moms, tidak sampai 30 menit. Tapi proses menunggu dan persiapannya yang lama, saya harus menunggu 1 jam untuk dapat dikuret. Perasaan saya campur aduk karena harus meninggalkan Rubi bersama Papahnya, yang memang agak pasif kalau mengurus anak.
Proses kuretnya sendiri, saya berbaring di ranjang tinggi dengan penyangga kaki dan dipasang oksigen, alat pemantau detak jantung dan tekanan darah, serta jarum infus untuk proses anestesi. Awalnya saya takut Moms karena harus bius total sementara waktu operasi caesar saja saya masih sadar. Oh ya, ada bantal yang diselipkan dibawah punggung saya supaya posisi kepala lebih rendah, tapi saya kurang tahu tujuannya apa. Sangat tidak nyaman dan malam hari saat saya istirahat leher saya terasa kaku.
Saat anestesi mulai dilakukan, saya hanya punya waktu sekitar 3-5 detik untuk beristighfar. Dan saat mulai sadar, saya bisa merasakan dokter entah memasukkan apa ke jalan lahir dan perawat yang mendampingi meminta saya menurunkan kaki dari penyangga.
Setelahnya, saya harus beristirahat kurang lebih 2 jam sebelum pulang. Wah kacau sekali saya Moms, Rubi menangis terus mencari saya akhirnya saya beranikan diri untuk mencopot selang oksigen sendiri, memakai pembalut dan segera berpakaian. Saya pangkas istirahat saya menjadi 1 jam saja karena saya harus segera menemui Rubi.
Dengan jarum infus masih ditangan, saya pergi menemui bidan dan diberikan surat kontrol. Sementara infus harus saya lepas dibantu perawat yang berjaga di ruangan lain. Untungnya, setelah proses kuret saya tidak merasakan nyeri, kram, atau mual. Semua terasa biasa saja.
Setelah kesana-kemari, saya akhirnya bisa bertemu Rubi. Kebetulan saya kuret sehari menjelang puasa dan memang kondisinya sudah malam jadi tidak banyak yang berjaga. Karena obat sudah diambil suami saya, saya bisa langsung pulang meskipun harus diomeli bidan dulu. Sebelum pulang, saya sempatkan untuk menyusui Rubi untuk menenangkannya dan Rubi akhirnya tidur sepanjang perjalanan pulang.
Pesan saya, jangan takut jika Moms harus menjalani kuretase karena ternyata tidak semenakutkan itu kok Moms.
Yuk download aplikasi Babyo di Android & iOS dan bergabung dengan ribuan Moms lainnya untuk saling berbagi cerita dan mendapatkan rewards! You really don't want to miss out!
Comments