Saat itu saya masih menjadi pribadi yang ambisius. Belum tau rasanya kehilangan seperti apa. 8 Juli 2018 saya menikah dan awal Agustus 2018 saya positif hamil tapi masih menunda memeriksakan diri ke dokter kandungan. Kata orang tua masih tunggu 2 bulan ke atas baru periksa. Saat itu saya masih bekerja di salah satu perusahaan swasta di Semarang. Masih tetap nyetir sendiri kesana sini sendiri, tetap capek kerja, makan masih sembarangan, tanpa menyadari risiko yang bisa terjadi.
Sampai akhirnya tanggal 26 Agustus keluar flek darah yang membuat saya dan suami panik. Dan pada hari itu juga saya memutuskan untuk periksa ke RS Hermina Banyumanik, RS yang paling dekat dengan rumah saya. Sebelumnya reservasi dulu via telepon. Sesampainya di sana, menunggu antrian untuk dipanggil. Saat dipanggil dan diperiksa, usia kandungan ternyata sudah 7 weeks, janin tidak berkembang karena ukurannya tidak sesuai dengan usia janin. Belum terdengar detak jantung dan posisi janin mendekati jalan lahir. Seketika dunia seperti runtuh hancur, menyesal karena tidak baik menjaga titipin dari Allah SWT. Dokter bilang kita harus usaha dulu dan lihat seminggu ke depan bagaimana perkembangannya. Obat penguat kandungan dan obat pendarahan. Sampai rumah nangis sejadi-jadinya, takut, panik, cemas, khawatir dan merasa bersalah. Bedrest selama seminggu dan makan sehat anjuran dokter.
Tanggal 28 Agustus saya dan suami berdebat karena masalah sepele, tapi karena memang posisi saya sedang sensitif, masalah sepele membuat kita berdebat hebat sampai saya menangis. Malam harinya perut melilit seperti akan menstruasi, saya kira hanya sakit biasa. Paginya pukul 08.00 keluar flek darah lumayan banyak dan perut semakin melilit. Saya tidur berharap rasa sakitnya hilang. Tapi sekitar jam 11.00 saya terbangun karena ingin buang air kecil. Saat buang air kecil, keluar darah dan gumpalan putih. Saya menangis dan mengambil gumpalan itu. Saya menelfon suami saya dan saya segera dibawa ke rumah sakit. Dan benar dugaan saya, bahwa gumpalan itu adalah janin. Saat diUSG ternyata masih ada jaringan tersisa di dalam rahim sehingga harus dilakukan kuretase/kuret.
Akhirnya saya menyetujui karena jaringan itu bisa menjadi penyakit dan menghambat kehamilan berikutnya. Belum selesai sedih ini saya harus membayangkan proses kuretase yang belum pernah saya alami. Kuretase dilakukan malam hari jam 21.00 karena saya harus puasa 8 jam dulu. Prosesnya ternyata hanya 1 jam dan bius total. Saya tidak merasakan sakit sama sekali bahkan saya boleh langsung pulang setelah efek biusnya hilang.
Sesampainya di rumah hati dan hidup saya hancur. Seminggu saya tidak keluar rumah tidak bicara kepada siapapun kecuali suami saya. Suami saya selalu mensupport saya sehingga saya bisa bangkit dan selang 2 bulan saya hamil lagi dan sekarang anak saya sudah berusia 3 bulan.
Pesan saya kepada para mommy tolong jaga baik-baik titipan Tuhan yang begitu mengagumkan ini. Dan untuk para suami jadilah suami yang penuh dengan kasih sayang dan lebih sabar kepada ibu hamil dan ibu menyusui. Karena perubahan hormon membuat mereka menjadi lebih sensitif. Saya yakin tingkat ketampanan akan naik 100% di mata istri anda jika kalian lebih memanjakan mereka dan sering menggunakan kata-kata sayang kepada istri kalian.
Yuk download aplikasi Babyo di Android & iOS dan bergabung dengan ribuan Moms lainnya untuk saling berbagi cerita dan mendapatkan rewards! You really don't want to miss out!
Comments